Dalam interaksi dan interelasi sosial antar individu atau antar  kelompok, konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik  dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat  negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala yang wajar yang  dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara  mengelolanya. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi yang bagus  tentang management skills dan personal development, Source: rajapresentasi.com
Dari pandangan baru dapat kita lihat bahwa pimpinan atau manajer  tidak hanya wajib menekan dan memecahkan konflik yang terjadi, tetapi  juga wajib untuk mengelola/memanaj konflik sehingga aspek-aspek yang  membahayakan dapat dihindari dan ditekan seminimal mungkin, dan  aspek-aspek yang menguntungkan dikembangkan semaksimal mungkin. 
Penyebab Konflik
Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
A. Faktor Manusia
1. 	Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
2. 	Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3. 	Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap  egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
B. Faktor Organisasi
1. 	Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya  terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam  penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar  unit/departemen dalam suatu organisasi.
2. 	Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi,  tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat  antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang  relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara  unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk  memajukan perusahaan.
3. 	Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok  dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena  menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
4. 	Perbedaan nilai dan persepsi.
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa  mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda  memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat,  rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas yang  ringan dan sederhana.
5. 	Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas  aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
6. 	Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu  unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan  unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam  posisinya dalam status hirarki organisasi.
7. 	Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan,  pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik  antar unit/ departemen. 
Akibat-akibat Konflik
Konflik dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut.
Akibat negatif
•	Menghambat komunikasi.
•	Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
•	Mengganggu kerjasama atau “team work”.
•	Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
•	Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
•	Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu  konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi,  dan apatisme.
Akibat Positif dari konflik:
•	Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
•	Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
•	Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan  dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
•	Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
•	Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
Cara atau Taktik Mengatasi Konflik
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana.  Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan  dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan  konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta  kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha  mengatasi konflik yang muncul.
Diatasi oleh pihak-pihak yang bersengketa:
Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan  menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan  kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan  menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan  standar keadilan yang berlaku.
Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak,  dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini  dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji  secara eksplisit.
Pemecahan masalah terpadu: Usaha menyelesaikan masalah dengan  memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta,  perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur.  Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan  secara bersama de¬ngan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
Penarikan diri: Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau  kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam  tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila  tugas saling bergantung satu sama lain.
Pemaksaan dan penekanan: Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar  menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang  formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat  dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini  sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah  secara terpaksa.
Intervensi (campur tangan) pihak ketiga:
Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua  pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam  penyelesaian konflik.
Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua  pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat.  Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi  dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau  tindakan destruktif.
Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk  menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin  komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta  mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas  penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak  serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan  konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak  berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk  meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak  terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian  masalah yang menjadi pokok sengketa.
Hal-hal yang Perlu Diperhati-kan Dalam Mengatasi Konflik:
1. 	Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
2. 	Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
3. 	Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
4. 	Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
5. 	Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
6. 	Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
7. 	Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata  rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling  hebat.
8. 	Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.
 
No comments:
Post a Comment